WELCOME TO SEGARA ILALANG...

serakan pemikiran-pemikiran..

Rabu, 04 Januari 2012

GUGATAN KELOMPOK CLASS ACTION

GUGATAN KELOMPOK (CLASS ACTION)

1.   DEFINISI GUGATAN KELOMPOK
a.  Menurut Acmad Santosa
Class Action pada intinya adalah gugatan perdata (biasanya terkait dengan permintaan injuntction  atau ganti kerugian) yang diajukan oleh sejumlah orang (dalam jumlah yang tidak banyak – misalnya satu atau dua orang) sebagai perwakilan kelas (class repensentatif)  mewakili kepentingan mereka, sekaligus mewakili kepentingan ratusan atau ribuan orang lainnya yang juga sebagai korban. Ratusan atau ribuan orang yang diwakili tersebut diistilahkan sebagai class members.

b.   UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Class Action adalah hak kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahn, fakta hukum dan tuntutan yang ditimbulkan karena pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

c.   PERMA No. 1  Tahun 2002 Tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok
Di Indonesia terminology class action diubah menjadi Gugatan Perwakilan Kelompok. PERMA No. 1 Tahun 2002 merumuskan Gugatan Perwakilan Kelompok sebagai suatu prosedur pengajuan gugatan untuk dirinya sendiri dan sekaligus mewakili kelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau kesamaan dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.

d.   Black’s law dictionary
Class Action adalah sekelompok besar orang yang berkepentingan dalam suatu perkara, satu atau lebih dpat menuntut atau dituntut mewakili kelompok besar orang tersebut tanpa perlu menyebut satu peristiwa satu anggota yang diwakili.


2.       SEJARAH PERKEMBANGAN CLASS ACTION DI DUNIA INTERNASIONAL
·      Dikenal pertama kali di Inggris  pada awal abad ke 18
a Sebelum tahun 1873, penerapannya hanya diperkenankan pada Courtof Chancery
a Setelah / pada saat tahun 1873, setelah diundangkannya Supreme Court Judicature Act  di Inggris, class action  kemudian digunakan sebagai Supreme Court.
Sebagai gamabaran duberlakukannya Class Action  di Inggris, Pasal 10  Rules of Procedures  dalam Supreme Court Judicature Act 1873 disebutkan tentang class action sebagai berikut
Where there are numerous parties having the same interest in one action, one or more of such parties may sue or be sued or may ber authorized by the court to defend in such action on behalf of or for the benefit of all parties so interested”

·      Di Amerika Serikat
Class action diterapkan dalam hukum perdata. Gugatan perdata terhadap pencemaran lingkungan tidak saja menyangkut hak milik atau kerugian, tetapi juga kepentingan lingkungan yang baik dan sehat bagi warga masyarakat (injunction).  Disini class action memiliki peran penting menyangkut kerugian terhasap a mass of people di pedesaan, yaitu rakyat biasa yang awam dalam ilmu.

3. PELAKSANAAN GUGATAN PERWAKILAN (CLASS ACTION) DI INDONESIA
Yang menjadi tolak ukur dari pengakuan class action adalah dengan dikeluarkannya UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan  Hidup lebih rincinya termaktub dalam pasal 37.
Yang selanjunya berkaitan dengan konsep asas akuntabilitas publik, pemerintah menentukan kembali masalah tuntutan perwakilan dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan UU Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa konstruksi sedangkan untuk Acara Gugatan Perwakilan Kelompok di atur dalam PERMA No. 1 Tahun 2002.

4.CLASS ACTION TIDAK IDENTIK DENGAN HAK GUGAT LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (NGO’s Standing To Sue)
Dalam kenyataannya, penerapan class action lebih banyak berkembang di negara yang menganut sistem Anglo Saxon. Oleh karenanya class action di Indonesia merupakan konsep yang baru dan belum banyak dipahamioleh para penegak hukum maupuj\n praktisi hukum publik, bahkan sering di campur adukan dengan konsep hak gugat LSM (NGO’s Standninnnnnng To Sue).
Berikut adalah perbedaan antara Class Action dengan Hak Gugat LSM secara konseptual :
1.     Class Action
·    memiliki unsur class representatives dan class members merupakan sebagai pihak korban atau yang mengalami kerugian kerugian nyata.
·    Konsep perwakilannya dalam pengertian nyata atau fakta
·    Bertindak sebagai pihak yang mewakili kepentingan kelompok dengan kesamaan kerugian dan jenis tuntutan.
·    Tuntutan ganti kerugian umumnya berupa ganti rugi berupa uang.

2. Hak Gugat LSM
·      LSM sebagai penggugat bukan pihak yang mengalami kerugian nyata (konkret atau riil).
·      Bertindak sebagai pihak yang mewakili kepentingan perlindungan lingkungan hidup.
·      Konsep perwakilannya dalam pengertian yang relative abstrak.
·      Tidak dikenal tuntutan ganti kerugian uang, namun dapat dimungkinkan atau terbatas pada ongkos atau biaya yang telah dikeluarga organisasi tersebut.

5.  MEKANISME PENERAPAN CLASS ACTION
Apakah prosedur class action  dapat diterapkan dalam suatu gugatan, penggugat yang bertindak sebagai wakil kelompok harus dapat membuktikan 2 aspek :
1.     Aspek kesamaan antara wakil dan anggota kelompok
Meliputi :  -      Fakta atau Peristiwa
-          Tuntutan Hukum (Dasar hukum dan jenis tuntutan
-          Definisi kelas (siapa wakil maupun anggota kelompok)
-          Bilamana terjadi.

2. Aspek kelayakan perwakilan
Aspek dimana wakil kelompok harus mampu menyakin hakim tentang kelayaklan dirinya sebagai wakil kelompok.

6.  TATA CARA DAN PERSYARATAN GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK
Dalam Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002, dinyatakan bahwa gugatan dapat diajukan dengan mempergunakan tata cara gugatan kelompok apabila :
1.       jumlah anggota kelompok sedemikian banyak sehingga tidaklah efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama dalam satu gugatan;
2.   terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang digunakan yang bersifat substansial, serta terdapat kesamaan jenis tuntutan di antara wakil kelompok dengan anggota kelompok;
3.     wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi kepentingan anggota kelompok yang diwakilinya;
4.    wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi kepentingan anggota kelompok yang diwakilinya.
5.      gugatan secara perdata yang berupa ganti rugi berupa uang.

Pasal 3 Peraturan tersebut juga menyebutkan selain harus memenuhi persyaratan formal dalam surat gugatan sebagaimana diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku, surat gugatan harus memuat :
a.    Identitas lengkap dan jelas wakil kelompok;
b.     Definisi kelompok secara rinci dan spesifik, walaupun tanpa menyebutkan nama anggota kelompok satu persatu;
c.      Keterangan tentang anggota kelompok yang diperlukan dalam kaitan dengan kewajiban melakukan pemberitahuan;
d.     Posita dari seluruh kelompok, baik wakil kelompok maupun anggota kelompok, yang teridentifikasi maupun tidak teridentifikasi yang dikemukakan secara jelas dan rinci;
e.      Dalam suatu gugatan perwakilan dapat dikelompokkan beberapa bagian kelompok atau subkelompok, jika tuntutan tidak sama karena sifat dan kerugian yang berbeda;
f.      Tuntutan atau petitum tentang ganti kerugian harus dikemukaan secara jelas dan rinci, memuat usulan tentang keseluruhan mekanisme atau tata cara pendistribusian ganti kerugian kepada keseluruhan kelompok termasuk usulan tentang pembentukan tim atau panel yang membantu memperlancar pendistribusian ganti kerugian,

Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung juga menyebutkan bahwa untuk mewakili kepentingan hukum anggota kelompok, wakil kelompok tidak dipersyaratkan memperoleh surat kuasa khusus dari anggota kelompok

Berkaitan dengan dengan proses pemeriksaan perkara di pengadilan, sebelum sidang dilanjutkan diperlukan tindakan hakim untuk memeriksa keabsahan surat-surat gugatan yang diajukan :”Hakim berkewajiban mendorong para hakim untuk menyelesaikan perkara dimaksud melalui perdamaia, baik pada awal persidangan maupun selama berlangsungnya pemeriksaan perkara”. Disini terdapat sebuah gambaran jelas bahwa dalam peraturan ini hak dari penggugat dihargai.

7.  TATA CARA PEMBERITAHUAN
Pemberitahuan kepada anggota kelompok adalah mekanisme yang diperlukan bagi anggota kelompok untuk menentukan apakah mereka menginginkan untuk ikut serta dan terikat dengan putusan tersebut atau tidak menginginkan yaitu dengan cara menyatakan keluar (opt out) dari keanggotaan kelompok. Dalam pemberitahuan tersebut juga memuat batas waktu anggota kelas untuk keluar dari keanggotaan, lengkap dengan tanggal dan alamat yang dituju untuk menyatakan opt out.
Cara pemeberitahuan dapat dilakukan melalui media cetak dan/atau elektronik (Pasal 7), kantor pemerintah atau secara langsung kepada anggota kelompok sepanjang dapat diidentifikasi berdasarkan persetujuan hakim.
Tahap pemeberitahuan ini dilakukan 2 kali yaitu pada saat hakim memutuskan bahwa pengajuan tata cara gugatan perwakilan kelompok dinyatakan sah dan pada tahap penyelesaian dan pendistribusian ganti kerugian ketika gugatan dikabulkan.
Berdasarkan Perma No. 1 Tahun 2002, Pemberitahuan yang dilakukan harus memuat :
1.       Nomor gugatan dan identitas penggugat atau para penggugat sebagai wakil kelompok serta pihak tergugat atau para tergugat;.
2.   Penjelasan singkat tentang kasus;
3.     Penjelasan tentang pendefinisian kelompok;
4.    Penjelasan dati implikasi keturutsertaan sebagai anggota kelompok;
5.      Penjelasan tentang kemungkinan anggota kelompok yang termasuk dalam definisi kelompok untuk keluar dari keanggotaan kelompok;
6.      Penjelasan tentang waktu yaitu bulan, tanggal, jam, pemberitahuan pernyataa keluar dapat diajukan ke pengadilan;
7.     Penjelasan tentang alamat yang ditujukan untuk mengajukan pernyataan keluar.;
8.     Apabila dibutuhkan oleh anggota kelompok tentang siapa dan tempat yang tersedia bagi penyediaan informasi tambahan;
9.      Formulir isian tentang pernyataan keluar anggota kelompok sebagaimana yang diatur dalam lampiran PERMA No. 1 Tahun 2002 ;
10.  Penjelasan tentang jumlah ganti rugi yang akan diajukan.

8. PERNYATAAN KELUAR, PELAKSAAAN PUTUSAN DAN PERDAMAIAN
1.   Pernyataan Keluar
Berbeda dari perkara perdata lainnya, para tergugat atau penggugat dimungkinkan untuk keluar dari perkara tersebut dan tidak terikat secara hukum tidak terikat dengan putusan atas gugatan perwakilan kelompok yang dimaksud. (Pasal 8 PERMA Nomor 1 Tahun 2002).

2.               Pelaksanaan Putusan
Sama halnya dengan putusan hakim dalam perkara perdata biasa maka putusan hakim dalam ugatan class action dapat berupa putusan yang mengabulkan atau menolak gugatan penggugat (baik sebagian maupun seluruhnya).
Dalam hal gugatan ganti kerugian dikabulkan, hakim wajib memutuskan jumlah kerugian secara rinci, penentuan kelompok dan/atau sub kelompok yang berhak menerima, mekanisme pendistribusian ganti kerugian dan langkah-langkah yang wajib ditempuh oleh wakil kelompok dalam proses penetapan dan pendistribusian.
Dalam pelaksanaan putusan juga tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan putusan perkara perdata yaitu dilakukan atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan atas permohonan pihak yang menang. Eksekusi merupakan paket ganti kerugian yang harus dibayar oleh tergugat akan dikelola oleh komisi yang secara administrative di bawah koordinasi penitera pengadilan agar pendistribusian uang ganti kerugian dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan besarnya kerugian yang dialami oleh kelompok.

3. Perdamaian
Dalam gugatan class action dimungkinkan terjadi perdamaian antara penggugat dengan tergugat. Karena hal ini hakim berkewajiban mendorong para pihak untuk menyelesaian perkara dimaksud melalui perdamian, baik pada awal persidangan maupun selama berlangsungnya pemeriksaan perkara (Pasal 6 PERMA No. 1 Tahun 2002).
Sebelum dilakukan upaya perdamaian dalam class action, pihak penggugat (wakil kelompok) harus mendapatkan persetujuan dari anggota kelompok. Persetujuan ini dapat menggunakan mekanisme pemberitahuan.

9.  BEBERAPA MASALAH KASUS CLASS ACTION DI INDONESIA
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Acmad Santoso secara random terhadap putusan pengadilan atas perkara perdata yeng telah diperiksa dan diadili di beberapa pengadilan di Indonesia seperti :
a.    Putusan PN Jakarta Selatan No. 134/Pdt.G/1997/PN Jak. Sel dalam Kasus Pemadaman Listrik di Jawa Bali
b.     Putusan PN Medan No. 425/Pdt.G/1997.PN Medan dalam Kasus Kebakaran Hutan Sumatera Barat
c.      Putusan PN Metro No. 04/Pdt.G/2000/PN.Metro dalam Kasus Pemcemaran DAS Way Seputih.
Ditemukan bahwa belum adanya aturan hukum tentang prosedur acara pemeriksaan terhadap perkara perdata yang diajukan dengan mempergunakan prosedur ”Gugatan Perwakilan” atau ”Class Action” telah menimbulkan banyak permasalahan dalam praktik pelaksanaan di pengadilan. Beberapa permasalahan yang penting untuk memperoleh kajian antara lain sebagai berikut :
a.               Tentang Surat Kuasa dari Anggota Kelas kepada Perwakilan Kelas
b.                Tentang Surat Gugatan
c.Mempersamakan Gugatan ”Standing LSM” dengan Gugatan ”Class Action”
d.                Tentang Prosedur Acara Pemeriksaan
e. Tentang Notifikasi (Pemberitahuan)
f. Tentang Implementasi Putusan Pengadilan dalam Hal distribusi Ganti Kerugian.


HAK GUGAT LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM)

LSM adalah kelompok masyarakat yang mempunyai kepedulian terhadap permasalahan masyarakat dalam suatu negara, populer dikenal dengan sebutan ”NGO” (Non-Governmental Organization).

RUANG LINGKUP PARTISIPASI LSM

Dalam masalah lingkungan hidup keterlibatan LSM memang diperlukan terutama dalam hal konservasi sumber daya alam, namaun dalam hal mengajukan gugatan sering dipersoalakan  yaitu mengenai kewenangan yang melekat pada lembaga tersebut. Di negara maju, kecakapan serta kewenangan LSM dalam mengajukan gugatan di bidang pelestarian lingkungan diistilahkan dengan Standing to Sue in Conservation Suits  atau Standing to Sue in Environmental Litigation  atau biasa disebut dengan standing atau lokus standi.

1.    Konsep Dasar Legal Standing Organisasi Lingkungan Hidup
Bertitik tolak dari asal muasal timbulnya hak gugat swadaya masyarakat dalam mempertahankan konservasi lingkungan hidup. Menurut Suparto Wijoyo, merupakan kewenangan organisasi lingkungan untuk bertindak sebagai penggugat dalam penyelesaian sengkata lingkungan dengan kedudukan lingkungan hidup sebagai subjek hukum. Karena sifatnya inanimatif, lingkungan hidup tidak dapat memperjuangkan kepentingannya sehingga perlu adanya pihak-pihak yang memperjuangkan.

2. Perkembangan Hak Gugat Organisasi Lingkungan di Berbagai Negara
a.  Australia
Seacara umum, organisasi lingkungan di Australia memiliki standing di pengadilan walaupun hanya terbatas pada tuntutan yang sifatnya tidak berwujud ganti kerugian yaitu sebatas permintaan putusan pencegahan dan pernyataan hakim tentang suatu keadaan. Individu atau organisasi tertentu akan memiliki standing apabila memiliki ”kepentingan khusus”.

b.   India
Terdapat 3 (tiga) jenis pengakuan standing alam kontesks Public Interest Litigation  di India yaitu (a) private/citizen prosecution; (b) citizen standing; (c) representative standing. Dalam konteks gugatan perdata di India secara tradisional, yang diperbolehkan menggugat hanyalah the person aggrieved  yang diartikan seseorang atau sekelompok orang, termasuk organisasiyang hak-hak individualnya dan ahak-hak yang berkaitan dengan kepemilikan terganggu. Citizen Standing adalah gugatan seseorang (meskipun tidak mengalami kerugian secara individual) kepada pemerintah kota akibat melakukan perbuatan ilegal.
Perkembangan standing selanjutnya adalah hak gugat bagai warga negara atau kumpulan warga negara yang peduli terhadap kaum lemah, ini lebih sering disebut sebagai representative standing.

c.   Indonesia
Ketentuan pengakuan standing oleh lembaga swadaya masyarakat dalam lingkungan hidup diataur secara konkret dalam pasal 38 dan pasal 39 UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.Pengakuan ini tidak serta merta berlaku namun LSM harus memiliki beberapa hal dalam mengajukan gugatan Lingkungan Hidup sesuai dengan amanah pasal 38 ayat (3) yaitu (1) berbentuk badan hukum atau yayasan; (2) dalam anggran dasar organisasi lingkungan hidup yang bersangkutan menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan pelestarian lingkungan hidup; (3) telah melaksanakan kegiatan sesuai degan anggaran dasarnya.
Semeentara Pasal 39 mengatur tentang tata cara pengajuan gugatan dalam masalah lingkungan hidup oleh orang, masyarakat, dan/atau organisasi lingkungan hingkungan hidup mengacu pada Hukum Acara Perdata.
Beberapa kasus yang diajukan LSM berdasarkan hak gugat LSM sebelum di Undangkannya UU No. 23 Tahun 1997 dan UU 32 Tahun 2009
1.       WALHI Vs PT Inti Indorayo Utara
2.   Kasus Praperadilan WALHI dkk vs Kejaksaan Negeri Mojokerto
3.     WALHI dkk vs Presiden Republik Indonesia (Kasus Dana Reboisasi)

Gambaran mengenai pengakuan akan LSM senagai penggugat lingkungan hidup di Pengadilan merupakan babak baru dalam dunia hukum, khususnya hukum lingkungan hidup. Adanya pengakuan ini menjadikan LSM dapat menontrol dan mengawal pelestarian fungsi lingkungan hidp dari kerusakan dan pencemaran akibat dari aktivitas pembangunan.

Tidak ada komentar: